Kesumat Classico Terbawa ke Liga Primer Inggris

image

Ada tiga kabar menggemparkan. Yang pertama kabar akan hari akhir. Kedua kabar kepindahan Pep Guardiola ke City. Dan ketiga kabar Mourinho akan melatih Setan Merah.

Kepindahan Pep sudah cukup membuat berjuta pasang mata akan menyiapkan waktu untuk menyaksikan hasil kerjanya di City. Ada begitu banyak orang yang menunggu bisakah liga yang bebal akan strategi bernama liga Primer Inggris bisa tunduk dengan seorang pelatih yang memiliki filosofi permainan yang melegenda. Saya pikir kata melegenda tidak terlalu berlebihan untuk menggambarkan satu sosok ini. Ranah Eropa bahkan Dunia sudah ditundukkannya kala bersama Barcelona. Dengan Tiki-Taka-nya dia mendobrak streotip dalam situasi permainan aktif sepak bola hanya striker yang bisa mencetak gol. Dengan Tiki-Taka-nya dia membuat semua pemain Barca bisa ikut menceploskan bola ke gawang lawan. Adalah hal yang lumrah di eranya ketika kita melihat Pique meliuk-liuk di pertahanan lawan ikut membantu serangan atau bahkan membuat gol.

Kepindahan Pep ke tanah Britania mungkin membawa satu misi penaklukan. Setelah dataran Spanyol, dia berhasil menaklukkan tanah kaum Arya di Jerman. Kini giliran orang-orang Inggris yang menjadi targetnya.

Namun Pep tidak bisa begitu saja dengan  mudah menjalankan misinya. Ada begitu banyak tantangan yang akan di hadapinya. Liga Primer bukan Bundesliga yang hanya memiliki sedikit pertandingan kompetitif dalam satu musim. Liga yang hanya membutuhkan perjuangan saat bertemu Borussia Dortmund dan kemudian bisa menang 3-0, 4-1, 5-0 hingga 6-0 di pertandingan-pertandingan lainnya.

Di paragraf ini saya akan sedikit melunak. Selama ini saya adalah orang yang paling getol melawan jika ada kawan yang melontarkan pernyataan “Liga Primer itu liga yang kompetitif, enggak kayak La Liga adanya cuma Barca ama Madrid”. Karena memang menurut saya hal tersebut ada benarnya tapi tak sepenuhnya benar. Kita tidak bisa memungkiri fakta bahwa di Uefa Europe League pun tim Spanyol yang menjadi penguasanya. Tak tanggung-tanggung dua tahun berurutan. Namun untuk musim depan, saya tidak akan menjadi orang bebal dan dengan yakin saya akan mengatakan bahwa “Ya, Liga Primer Inggris musim depan layak dinantikan karena akan sangat kompetitif”. Tentu hal ini disebabkan karena ada sedikit faktor kedekatan emosional antara penggemar Barca dan Pep. Seolah menjadi aturan tertulis di benak kami “Tim yang layak ditonton setelah Barcelona adalah tim asuhan Pep Guardiola”.

Terlebih lagi! Kehadiran Jose (Menyebalkan) Mourinho yang dikabarkan akan melatih Manchester United! Bayangkan, ia menyeberang dari klub rival. Klub yang sering ia serang secara verbal saat melatih Chelsea. Entah ini kenakalan Mourinho yang ke berapa, saya sudah tak bisa menghitung. Saya sudah kadung sebal dengan Mou. Kenakalan yang tak bisa pernah saya lupakan adalah saat dia menguping Pep Guardiola yang sedang memberi instruksi kepada Ibrahimovic di pertemuan dengan Inter Milan beberapa tahun lampau. Dan sialnya saat itu parkir bisnya mampu meredam Tiki-Taka Barcelona. Tak lama kemudian Mou melatih Real Madrid. Madrid era Mou tak ubahnya mesin pembunuh yang licik. Siapa yang tak ingat dengan Messi diterjang kiri kanan oleh Diarra dan Ramos, Messi diinjak tangannya oleh Pepe, Messi dijatuhkan dan kepalanya ditoyor oleh Contreao atau Alves yang dijatuhkan dengan brutal oleh Pepe? Tak kalah menyebalkan, di El-Classico edisi lainnya kala dia menguntit ke bench Barca dan menjewer kuping (almarhum) Tito Vilanova. Sungguh nakal.

Sungguh kesumat Classico akan tersaji untuk publik Liga Primer. Dan saya pastikan, semua penggemar Barcelona akan berada di belakang Manchester City. Memberikan do’a terbaik mereka untuk kekalahan tim yang diasuh Mourinho.

Rasa-rasanya sungguh saya akan lebih menantikan Derby Manchester dibanding senyum dari seorang wanita idaman saya saat ini.

Akankah Mourinho kembali menguping Pep saat memberi instruksi kepada Sergio Aguero? Ataukah dia akan menjewer kuping Pep? Kita tunggu Liga Primer Inggris musim depan yang penuh kesumat.

Belajar dari Malaysia yang Belajar dari Indonesia

amalaysia-indonesia-bendera

Beberapa dekade ke belakang pendidikan Indonesia jauh berada di depan Malaysia. Indonesia menjadi acuan pendidikan. Mutu pendidikan kita diakui negara-negara lainnya. Diawali oleh langkah visioner dari pak Harto yang ingin membantu Malaysia karena rasa persahabatan sesama negara Asia Tenggara. Alhasil dikirimkanlah ribuan tenaga pengajar Indonesia termasuk guru dan dosen ke negeri Jiran. Bahkan pemuda-pemuda Malaysia banyak yang dikirim dan disekolahkan ke negeri kita.

Indonesia adalah bangsa yang merebut sendiri kemerdekaannya dengan jalan perjuangan dan lobi-lobi diplomatik tingkat internasional sedangkan Malaysia baru memperoleh kemerdekaannya 12 tahun setelah Indonesia dan diproklamirkan oleh Inggris. Namun kini Malaysia sudah berlari jauh dari saudara serumpunnya. Pendidikan Malaysia kini jauh melampaui pendidikan Indonesia. Dan dari pendidikan ini semua lini kehidupan di Malaysia ikut terdongkrak naik menyaingi Indonesia.

Dahulu kita mengirimkan guru untuk mencerdaskan Malaysia dengan dibayar lebih tapi kini kita hanya bisa mengirimkan Tenaga Kerja dan bahkan kini anak muda kita yang gantian dikirim ke Universitas-universitas di Malaysia.

Kali ini saya tidak ingin membahas tentang TKI ataupun segala tautan pembahasan sensitif yang disebabkan oleh propaganda nasionalisme dan menyebabkan dua negara satu rumpun dibuat seolah bermusuhan. Saya hanya ingin bisa belajar dari Malaysia dan menerapkan konsep belajar tersebut di kehidupan sehari-hari. Malaysia jika kita anggap ia seorang individu, ia adalah individu yang terbelakang. Masih terhitung pemula di dunia belantika per-negara-an. Untuk menjadi individu yang unggul tentu ia harus banyak belajar dari lingkungan sekitar. Daripada bereksperimen sendiri yang memiliki probabilitas kesuksesan sangat kecil, lebih baik dia belajar kepada mentor. Seseorang yang lebih handal di bidangnya. Dengan belajar kepada yang lebih bisa dan sudah sukses, individu Malaysia bisa mengurangi kemungkinan mereka menemui kegagalan atau kesalahan karena tentu sudah diperingatkan terlebih dulu oleh mentornya yang  pernah melakukan kesalahan tersebut.

Namun malangnya, banyak di antara kita tidak bisa menurunkan ego ataupun gengsi untuk bisa menjadi seperti Malaysia. Padahal apa salahnya menyingkirkan ego sejenak demi suatu kebaikan? Malaysia berhasil menyingkirkan ego dan mempelajari banyak hal dan kini bahkan bisa menyalip Indonesia dalam hal kebaikan.

Mari. Singkirkan ego,  lapangkan hati. Bumi Allah ini sangat luas. Ada banyak hikmah dan pelajaran yang terserak. Jangan sampai hanya karena gengsi kita menjadi katak di dalam tempurung dan tidak mau belajar kepada yang lebih dahulu bisa. Di manapun kita berada, di manapun bidang kita bergerak. Mari belajar, mari menghimpun hikmah.

Medan Perang Baru Pep dan Klopp

image

Bermula dari kepindahan Klopp untuk menjadi penyelamat Liverpool. Dirinya dianggap sosok yang tepat karena ia adalah pelatih yang memiliki filosofi bermain dan mampu menyulap pemain muda menjadi pemain penting. Hasil kerjanya bisa kita lihat di Dortmund dan beberapa nama seperti Kagawa, Nuri Sahin (dibeli dari Madrid), Reus, Gotze hingga Lewandowski.

Di tanah Bavarians, Bundesliga dengan kepergian Klopp, seorang Josep Guardiola seperti kehilangan lawan. Rasa bosan dan ketiadaan tantangan mungkin menjadi salah satu dari berbagai tautan alasan dari Pep untuk memilih pindah ke medan tempur yang baru.

Sungguh menarik menantikan Liga Primer Inggris. Akan menjadi medan tempur adu strategi antara jenderal-jenderal ahli taktik. Terlebih dahulu sudah ada Guus Hiddink di Chelsea, Claudio Ranieri dengan Leicester City yang penuh kejutan dan hmmmm… Tampaknya masih harus tetap diperhitungkan, the Professor Arsene Wenger.

Namun sungguh, pertarungan yang dinantikan setiap insan pecinta sepak bola adalah perang Pep dan Klopp. Keduanya akan mengajarkan dan menunjukkan kepada rakyat Inggris, bahwa sepak bola itu butuh taktik. Sepak bola itu bisa dimenangkan dengan cara yang megah dan mewah. Tidak seperti pria sombong nan menyebalkan dari daratan Portugal yang selalu menampilkan pragmatisme permainan dan penekanan pada hasil akhir. Meskipun tak bisa dipungkiri, sosok ini yang desas-desusnya siap melatih setan merah tentu juga akan menambah serunya adu taktik di liga Primer musim depan.

Jika saya boleh menjadi manusia yang berlebihan. Rasa-rasanya Ratu Elisabeth sangat perlu untuk ikut menyambut Pep Guardiola di tanah Britania saat kedatangannya nanti.

Hiburan Baru Bernama Leicester City

Musim ini adalah musim dengan momen paling seru liga Inggris setelah momentum keruntuhan Manchester United yang diawali oleh berakhirnya rezim Sir Alex Ferguson.

image

Menurut hemat saya, hiburan paling asyik adalah melihat Manchester United bermain seperti sekumpulan anak-anak yang baru belajar main sepak bola. Bermain tanpa semangat, tanpa jati diri dan kehilangan poin pertandingan demi pertandingan. Bagaimana tidak seru? Selama beberapa zaman Sir Alex Ferguson selalu berhasil membuat tagar #GGMU menjadi tagar paling berisik di linimasa saat matchday berlangsung dengan kemenangan-kemenangannya. Penggemar United menjadi makhluk yang paling jumawa dan merasa paling berhak mengejek para pesaing, terlebih kepada tim yang hobinya bercokol di peringkat ke empat. Berbagai meme dan candaan hilir mudik di sosial media. Namun di rezim Moyes, semua itu berakhir. Hingga saat ini suksesornya Luis Van Gaal tampak belum bisa mengembalikan wajah Manchester United. Kini seolah dengan menyebut ‘Manchester United’ saja, orang-orang bisa langsung ketawa terbahak. Dan tagar #GGMU seakan malu-malu untuk menampakkan diri ke permukaan.

Namun beberapa waktu berjalan, orang-orang (para tim MU haters dan tim pokoknya-jangan-MU) mulai bosan dengan hiburan tersebut. Mereka butuh hiburan baru. Dan tentunya bukan liga Inggris namanya jika tak bisa memberi kejutan. Hiburan baru yang dinanti tersebut akhirnya muncul. Ia bernama Leicester City.

Leicester City muncul seperti pembawa harapan bahwasanya semangat, kerja keras, kerja sama tim mampu mengalahkan hegemoni kucuran dana berlimpah. Menjadi pelepas dahaga menonton perburuan gelar dengan tim yang itu-itu saja. Kemunculan Leicester mampu menciptakan harapan dan menjadi suri tauladan bagi tim lain di dunia sepak bola. Seperti seorang lelaki tak-terlalu-tampan yang mengalami krisis kepercayaan diri dan pada akhirnya meningkat optimismenya karena melihat cowok tak-terlalu-tampan lainnya berhasil mendapatkan cewek yang cakep. Oke penggambaran yang cukup absurd sepertinya. Maksud saya adalah Leicester menjadi panutan bahwa tampang (pemain mentereng dan dana melimpah) bisa saja menjadi modal saat PDKT untuk kemudian menjalin sebuah hubungan (trofi liga), tapi hal tersebut bukanlah segalanya. Kekurangan modal tersebut bisa diatasi dengan kerja yang lebih keras dan sedikit tambahan keberuntungan.

Pekan depan hiburan baru kita ini akan menghadapi tantangan berikutnya. Setelah dengan mengejutkan berhasil mengalahkan pesaing terdekatnya 3-1 di Etihad Stadium, pesaing berikutnya akan menjajal ketangguhan Leicester. Sebut saja Arsenal. Kemenangan adalah harga mati bagi Arsenal. bisa memangkas jarak 5 poin Leicester. Dan tak kalah serunya, di tempat lain Manchester City akan bersua Tottenham Hotspurs. Tentu kedua tim akan berjuang mati-matian demi menjaga asa perburuan trofi liga primer Inggris. Spurs memiliki poin yang sama dengan Arsenal, sedang City berada sedikit di belakang dengan selisih satu poin.

Siapa yang butuh Valentine jika pertandingan bola di atas tadi ada untukmu?

Menarik menantikan hasil matchday tersebut. Namun apapun yang terjadi, Leicester tetaplah menjadi hiburan bagi kita semua.

Dari atas kasur yang nyaman
Ahmaf Shofwan Muis